Hari ke-2 di KL, pasukan nekad menjelajah ke
Malaka. Dari Bukit Bintang naik monorail sampai stasiun Hang Tuah
kemudian nyambung naik RAPID KL Sri Petaling Line turun distasiun
Bandar Tasik Selatan (BTS). Karena dari Bukit Bintang saya bayar
tokennya hanya biaya monorail sampai di Hang Tuah, yang ternyata
perpindahan dari monorail ke RAPID KL di Hang Tuah tidak perlu keluar
stasiun cuma pindah line saja maka sampai di BTS sempat bingung saat
tokennya dimasukkan pintu keluarnya tidak mau membuka. Dari penumpang
lain kami dianjurkan untuk lapor ke petugas. Setelah lapor dan dicek
ternyata tokennya kurang bayar hehehe.. seharusnya dari Bukit Bintang
kami bayarnya yang langsung langsung ke BTS. Setelah tambah bayar
diloket petugas token baru bisa digunakan untuk membuka pintu,
canggih ya. Dari stasiun menuju terminal BTS tinggal jalan
melalui jembatan penyeberangan. Terminal BTS sangat luas, bersih dan
full ac. Jadwal-jadwal keberangkatan terpampang dengan jelas
dimonitor . Tidak perlu bingung cara membeli tiketnya, ada 18 konter
yang melayani pembelian tiket dengan berbagai bus dan tujuan.
Berangkat ke Malaka kami menggunakan metrobus dengan harga tiket RM
9, lama perjalanan kurang lebih 2 jam.
Pemandangan The Stadthuys |
Sampai di terminal Malaka
Sentral sudah hampir jam 12 siang, kepusat kotanya kami memilih naik
panorama bus dengan harga RM 1. Turun didepan The Stadthuys, setelah
berfoto ria didepan air mancur dan gereja anglican Christ Church,
kami menjelajah lapak-lapak sovenir yang disamping gereja,
harganya lebih mahal dari harga di Petaling Street. Kemudian kami
kembali kedepan The Stadthuys dan menyeberang jalan menuju Jongker
Street.
Jongker Street |
Salah satu yang menarik dari Jongker Street
adalah banyak tempat makan yang antrian masuknya mengular panjang
banget. Sempa ikut-ikutan antri karena penasaran dengan rasanya tapi
pada akhirnya keluar dari antrian untuk mencari tempat makan yang
lebih sepi. Pilihan jatuh ke restauran A’Famosa Chicken Rice Ball,
disana kami pesan babi panggang dan pangsit rebus porsi kecil yang
ternyata bisa dimakan berempat. Setelah makan kami jalan-jalan
disekitaran Jongker Street yang dipenuhi dengan bangunan antik
peninggalan bangsa baba-nyonya (cina-malaysia). Selain itu ada juga
bangunan antik Masjid Kampung Kling, Kuil Hindu Sri Poyatha Moorthi
dan Klenteng Cheng Hoon Teng.
Reruntuhan St. Paul dan A'Famos |
Keluar dari Jongker Street kami menuju bukit
reruntuhan gereja St. Paul. Butuh perjuangan tersendiri untuk naik
sampai atas bukit. Walaupun tinggal reruntuhan kondisinya masih
terjaga dengan baik dan bersih. Didalamnya banyak batu-batu nisan
yang menyender didinding dengan bahasa asing yang diterjemahkan dalam
bahasa Melayu dan Inggris. Dari situ kami turun melalui belakang
bukit. Dibawah bukit saya sempat melihat petunjuk arah kepemakaman
Belanda tapi karena waktunya sempit saya terus turun. Dibawah bukit
ada pintu gerbang dari benteng pertahanan Portugis. Menurut buku yang
saya baca tempat itu disebut Porta de Santiago (A’Famosa). Banyak
turis yang menyempatkan diri berfoto ria dilokasi ini.
Pemandangan dari atas Menara Taming Sari |
Duck Tour |
Didepan menara terdapat konter tiket ‘Duck
Tour’, sebuah tour yang menggunakan mobil amphibi. Harga tiketnya
lumayan mahal RM 45/orang. Rutenya dari depan menara menuju Pulau
Malaka, yaitu pulau buatan pertama di Malaka, kemudian turun ke laut
dan kembali lagi ke menara. Diperjalanan guidenya menerangkan
gedung-gedung yang dilalui, seperti ini gedung pertama yang dibangun,
yang itu gedung ke-2 dibangun, disana rumah sakit yang banyak
dikunjungi orang Indonesia untuk berobat, kita melewati pemancingan
dengan air yang dipompa dari laut, bla..bla..bla... yang menurut saya
agak garing. Dengan harga segitu kalau menurut saya tournya kurang
istimewa.
45 menit sebelum duck tour dimulai, kecuali anita, kami menghabiskan waktu masuk Museum Maritim yang ada dibelakang menara. Harga tiket masuknya RM 6. Dimuseum terdapat beberapa bagian, ada yang berbentuk kapal layar, ada yang seperti kapal patroli dan ada gedungnya. Karena waktunya semping saya Cuma masuk ke kapal layar. Didalamnya banyak diorama, patung-patung dan jenis-jenis kapal layar. Isi museum ini sangat menarik sayang tidak bisa kebagian lainnya.
45 menit sebelum duck tour dimulai, kecuali anita, kami menghabiskan waktu masuk Museum Maritim yang ada dibelakang menara. Harga tiket masuknya RM 6. Dimuseum terdapat beberapa bagian, ada yang berbentuk kapal layar, ada yang seperti kapal patroli dan ada gedungnya. Karena waktunya semping saya Cuma masuk ke kapal layar. Didalamnya banyak diorama, patung-patung dan jenis-jenis kapal layar. Isi museum ini sangat menarik sayang tidak bisa kebagian lainnya.
Kegiatan terakhir kami di Malaka adalah berburu
dipusat oleh-oleh yang seperti pasar. Harga 3 biji belacan atau yang
lebih kita kenal terasi adalah RM 10 dengan beberapa pilihan yang
boleh dimix. Harga kaos dengan berbagai macam gambar Malaka untuk
size anak dibandrol RM 6-10, sedangkan yang dewasa sekitar RM 12-25,
tergantung kualitas bahan dan jenis sablonnya. Kaos yang ada stiker
Foil Printed harganya rata-rata RM 25 sudah tidak bisa ditawar lagi.
Untuk yang foil printed warna sablonnya menyala terang jadi kelihatan
lebih menarik.
Keluar dari pusat oleh-oleh sudah jam 7 lewat. Buru-buru dengan terseok-seok kami mencari halte panorama bus, yang ditemukan setelah berjalan lumayan agak jauh yaitu kembali lagi ke Dataran Pahlawan Mega Mall. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit bus tidak kunjung datang, kami beralih naik taksi ke Malaka Sentral karena harus mengejar bus ke KL. Kami tahunya bus terakhir jam 10 malam, tapi dapat informasi kalau bus terakhir jam 9 malam sedangkan terminal tutup jam 10 malam. Jam 8 malam kami baru dapat taksi, padahal perjalanan ke Malaka Sentral harus memutar jadi jauh.
Setelah sopir taksinya tahu kalau kami belum punya tiket ke KL, yang panik bukan hanya pasukan nekad, sopirnya ikut-ikutan panik. Katanya kalau hari libur tiket bus rata-rata sudah penuh dari beberapa hari sebelumnya. Sampai disarankan kalau tidak dapat tiket untuk kembali lg kepusat kota dan menginap dihotel. Sepanjang jalan suasananya jadi tegang. Sampai di Malaka Sentral sopir taksinya menerobos jalur bus untuk masuk sampai dalam terminal. Berlima bersama sopir taksi kami berlari-lari didalam terminal menuju loket terdekat. Sungguh beruntung kami bisa mendapatkan 4 kursi terakhir bus transnasional untuk keberangkatan 8.30 dengan harga RM 12.5/orang.
Biaya taksi RM 20, sebetulnya kalau sesuai tawar-menawar hanya RM 15, tapi karena kami sudah diantar sampai dalam terminal bahkan sampai ikut lari-lari ke loket tiket jadi keluarlah ‘javanese feeling-nya’ yaitu perasaan sungkan, tidak enak, kasihan dll yang akhirnya membuat kami membayar RM 20 sesuai yang diminta sopir waktu awal. Padahal bisa jadi kami dikibuli sopir taksinya, karena menurut hasil browsing sebelumnya harga taksi sampai Malaka Sentral hanya RM 10-12. Mungkin sudah kebiasaan kalau turis yang kepepet gampang dibikin panik. Karena sudah dtakut-takuti tidak dapat tiket akhirnya kami tidak sempat tanya-tanya dikonter bus yang lain. Timbul perasaan dikibuli karena sepanjang jalan pak sopir berulang kali mengatakan ‘saya tahu you orang jauh,you tidak tahu maka saya tolong you’. BTW dikibuli ataupun tidak, yang pasti kami sangat lega bisa pulang ke KL malam itu juga. Hari ini kami sampai dihotel jam 12 malam dengan mata merah dan terseok-seok.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar