Rabu, 30 Mei 2012

The NEKAD Traveler (Part 2)

Hari ke-2 di KL, pasukan nekad menjelajah ke Malaka. Dari Bukit Bintang naik monorail sampai stasiun Hang Tuah kemudian nyambung naik RAPID KL Sri Petaling Line turun distasiun Bandar Tasik Selatan (BTS). Karena dari Bukit Bintang saya bayar tokennya hanya biaya monorail sampai di Hang Tuah, yang ternyata perpindahan dari monorail ke RAPID KL di Hang Tuah tidak perlu keluar stasiun cuma pindah line saja maka sampai di BTS sempat bingung saat tokennya dimasukkan pintu keluarnya tidak mau membuka. Dari penumpang lain kami dianjurkan untuk lapor ke petugas. Setelah lapor dan dicek ternyata tokennya kurang bayar hehehe.. seharusnya dari Bukit Bintang kami bayarnya yang langsung langsung ke BTS. Setelah tambah bayar diloket petugas token baru bisa digunakan untuk membuka pintu, canggih ya. Dari stasiun menuju terminal BTS tinggal jalan melalui jembatan penyeberangan. Terminal BTS sangat luas, bersih dan full ac. Jadwal-jadwal keberangkatan terpampang dengan jelas dimonitor . Tidak perlu bingung cara membeli tiketnya, ada 18 konter yang melayani pembelian tiket dengan berbagai bus dan tujuan. Berangkat ke Malaka kami menggunakan metrobus dengan harga tiket RM 9, lama perjalanan kurang lebih 2 jam. 

Pemandangan The Stadthuys
Sampai di terminal Malaka Sentral sudah hampir jam 12 siang, kepusat kotanya kami memilih naik panorama bus dengan harga RM 1. Turun didepan The Stadthuys, setelah berfoto ria didepan air mancur dan gereja anglican Christ Church, kami menjelajah lapak-lapak sovenir yang disamping gereja, harganya lebih mahal dari harga di Petaling Street. Kemudian kami kembali kedepan The Stadthuys dan menyeberang jalan menuju Jongker Street.


Jongker Street
Salah satu yang menarik dari Jongker Street adalah banyak tempat makan yang antrian masuknya mengular panjang banget. Sempa ikut-ikutan antri karena penasaran dengan rasanya tapi pada akhirnya keluar dari antrian untuk mencari tempat makan yang lebih sepi. Pilihan jatuh ke restauran A’Famosa Chicken Rice Ball, disana kami pesan babi panggang dan pangsit rebus porsi kecil yang ternyata bisa dimakan berempat. Setelah makan kami jalan-jalan disekitaran Jongker Street yang dipenuhi dengan bangunan antik peninggalan bangsa baba-nyonya (cina-malaysia). Selain itu ada juga bangunan antik Masjid Kampung Kling, Kuil Hindu Sri Poyatha Moorthi dan Klenteng Cheng Hoon Teng.


Reruntuhan St. Paul dan A'Famos
Keluar dari Jongker Street kami menuju bukit reruntuhan gereja St. Paul. Butuh perjuangan tersendiri untuk naik sampai atas bukit. Walaupun tinggal reruntuhan kondisinya masih terjaga dengan baik dan bersih. Didalamnya banyak batu-batu nisan yang menyender didinding dengan bahasa asing yang diterjemahkan dalam bahasa Melayu dan Inggris. Dari situ kami turun melalui belakang bukit. Dibawah bukit saya sempat melihat petunjuk arah kepemakaman Belanda tapi karena waktunya sempit saya terus turun. Dibawah bukit ada pintu gerbang dari benteng pertahanan Portugis. Menurut buku yang saya baca tempat itu disebut Porta de Santiago (A’Famosa). Banyak turis yang menyempatkan diri berfoto ria dilokasi ini.
St. Paul
Pemandangan dari atas Menara Taming Sari
Dari A’Famosa, pasukan nekad yang tidak pegang peta dan tidak tahu arah mulai mengeluarkan jurus ‘kira-kira’ dan kompas ‘sepertinya’ kemudian masuk Dataran Pahlawan Mega Mall untuk memotong jalan. Akhirnya kami sampai juga di Menara Taming Sari. Menara Taming Sari adalah menara observasi dengan harga tiket RM 20. Menara inii berputar 7 menit diatas untuk melihat pemandangan keseluruhan kota Malaka yang cantik. 

Duck Tour
Didepan menara terdapat konter tiket ‘Duck Tour’, sebuah tour yang menggunakan mobil amphibi. Harga tiketnya lumayan mahal RM 45/orang. Rutenya dari depan menara menuju Pulau Malaka, yaitu pulau buatan pertama di Malaka, kemudian turun ke laut dan kembali lagi ke menara. Diperjalanan guidenya menerangkan gedung-gedung yang dilalui, seperti ini gedung pertama yang dibangun, yang itu gedung ke-2 dibangun, disana rumah sakit yang banyak dikunjungi orang Indonesia untuk berobat, kita melewati pemancingan dengan air yang dipompa dari laut, bla..bla..bla... yang menurut saya agak garing. Dengan harga segitu kalau menurut saya tournya kurang istimewa. 

 45 menit sebelum duck tour dimulai, kecuali anita, kami menghabiskan waktu masuk Museum Maritim yang ada dibelakang menara. Harga tiket masuknya RM 6. Dimuseum terdapat beberapa bagian, ada yang berbentuk kapal layar, ada yang seperti kapal patroli dan ada gedungnya. Karena waktunya semping saya Cuma masuk ke kapal layar. Didalamnya banyak diorama, patung-patung dan jenis-jenis kapal layar. Isi museum ini sangat menarik sayang tidak bisa kebagian lainnya.
Kegiatan terakhir kami di Malaka adalah berburu dipusat oleh-oleh yang seperti pasar. Harga 3 biji belacan atau yang lebih kita kenal terasi adalah RM 10 dengan beberapa pilihan yang boleh dimix. Harga kaos dengan berbagai macam gambar Malaka untuk size anak dibandrol RM 6-10, sedangkan yang dewasa sekitar RM 12-25, tergantung kualitas bahan dan jenis sablonnya. Kaos yang ada stiker Foil Printed harganya rata-rata RM 25 sudah tidak bisa ditawar lagi. Untuk yang foil printed warna sablonnya menyala terang jadi kelihatan lebih menarik.

Keluar dari pusat oleh-oleh sudah jam 7 lewat. Buru-buru dengan terseok-seok kami mencari halte panorama bus, yang ditemukan setelah berjalan lumayan agak jauh yaitu kembali lagi ke Dataran Pahlawan Mega Mall. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit bus tidak kunjung datang, kami beralih naik taksi ke Malaka Sentral karena harus mengejar bus ke KL. Kami tahunya bus terakhir jam 10 malam, tapi dapat informasi kalau bus terakhir jam 9 malam sedangkan terminal tutup jam 10 malam. Jam 8 malam kami baru dapat taksi, padahal perjalanan ke Malaka Sentral harus memutar jadi jauh.

Setelah sopir taksinya tahu kalau kami belum punya tiket ke KL, yang panik bukan hanya pasukan nekad, sopirnya ikut-ikutan panik. Katanya kalau hari libur tiket bus rata-rata sudah penuh dari beberapa hari sebelumnya. Sampai disarankan kalau tidak dapat tiket untuk kembali lg kepusat kota dan menginap dihotel. Sepanjang jalan suasananya jadi tegang. Sampai di Malaka Sentral sopir taksinya menerobos jalur bus untuk masuk sampai dalam terminal. Berlima bersama sopir taksi kami berlari-lari didalam terminal menuju loket terdekat. Sungguh beruntung kami bisa mendapatkan 4 kursi terakhir bus transnasional untuk keberangkatan 8.30 dengan harga RM 12.5/orang. 

Biaya taksi RM 20, sebetulnya kalau sesuai tawar-menawar hanya RM 15, tapi karena kami sudah diantar sampai dalam terminal bahkan sampai ikut lari-lari ke loket tiket jadi keluarlah ‘javanese feeling-nya’ yaitu perasaan sungkan, tidak enak, kasihan dll yang akhirnya membuat kami membayar RM 20 sesuai yang diminta sopir waktu awal. Padahal bisa jadi kami dikibuli sopir taksinya, karena menurut hasil browsing sebelumnya harga taksi sampai Malaka Sentral hanya RM 10-12. Mungkin sudah kebiasaan kalau turis yang kepepet gampang dibikin panik. Karena sudah dtakut-takuti tidak dapat tiket akhirnya kami tidak sempat tanya-tanya dikonter bus yang lain. Timbul perasaan dikibuli karena sepanjang jalan pak sopir berulang kali mengatakan ‘saya tahu you orang jauh,you tidak tahu maka saya tolong you’. BTW dikibuli ataupun tidak, yang pasti kami sangat lega bisa pulang ke KL malam itu juga. Hari ini kami sampai dihotel jam 12 malam dengan mata merah dan terseok-seok.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar